Aku
gak pernah nyangka kalau penerbangan pertama ku akan ke luar negeri. Bulan
Februari tahun 2012 kemarin aku ikut studi banding dari kampusku ke sebuah
universitas negeri di penang, Universitas Utara Malaysia (UUM). Hari selasa,
pukul 7 pagi pesawat Sriwijaya Air yang
aku tumpangi take off. Aku beserta teman lainnya merupakan mahasiswa sebuah
universitas negeri di kota medan dengan jurusan bahasa inggris. Kami juga
membawa 4 orang dosen pada saat itu.
Malaysia,
sebenarnya aku kurang suka dengan nama Negara ini. karena seringnya kerusuhan
antar Negara kami (Indonesia) dengan Malaysia. Tapi aku tak pernah membenci
warga Malaysia itu sendiri, aku hanya membenci nama Negara itu saja. Tak ada
hak bagiku untuk membenci warga Malaysia, terlebih seluruh mahasiswa di kampus
yang akan kami datangi itu sangat baik.
Sungguh,
mereka sangat welcome dengan
kehadiran kami. Selama seminggu kami melakukan studi banding di kampus itu tak
sedikitpun kami merasa kurang nyaman bahkan kesal. Di kampus itu terdiri dari
tiga etnis, melayu, india tamil dan Chinese. Sama seperti di kampusku,
pergaulan mereka juga pakai sistem gap,
antar etnis jarang sekali terlihat kompak. Mereka hanya berteman dengan sesama
etnis mereka saja.
Selama
seminggu kami tinggal di asrama yang letaknya ada didalam kampus itu sendiri.
Khusus untuk aku dan ke delapan temanku kami dapat di tingkat paling atas,
lantai empat. Bayangkan saja, selama seminggu disana, kami harus menaiki
puluhan anak tangga untuk menuju kamar kami, tak ada yang namanya lift. Tapi itu yang membuatku lucu,
ketika hendak naik turun tangga aku dan kawanku selalu menghitung jumlah anak
tangga yang sudah kami lewati berbarengan, kami tak sadar kalau itu sudah
mengganggu penghuni di asrama itu karena suara cekikikan kami.
Yang
paling berkesan tentu saja pada saat malam terakhir, di pesta malam budaya.
Suasana pesta awalnya terkesan monoton, tapi saat acara sudah mau berakhir,
kami sibuk foto-foto perpisahan dengan mereka. Sungguh, suasana ini yang sangat
aku sukai. Kami sharing dengan mahasiswa Indonesia yang berkuliah di sana. Gak
nyangka ternyata cukup banyak juga budak
Indonesia yang berkuliah disana, sekitar ratusan. Budak? Ya, kami disana
dipanggil budak-budak Indonesia.
Budak berarti: anak.
Masalah
bahasa disana tidak terlalu beda dengan bahasa Indonesia, hanya saja logatnya
yang cukup berbeda, aku tak merasa kesulitan saat berkomunikasi dengan mereka.
Oh iya, aku paling suka memperhatikan pakaian mahasiswa-mahasiswa disana,
sangat berbeda dengan suasana kampusku. Mahasiswi disana memakai baju kurung
melayu, yang motif atasan dengan roknya sama. Sedangkan mahasiswa disana,
memakai kemeja, dasi, celana ceper. Sangat rapi bukan? Dan tentu saja menambah
kharisma mereka sebagai mahasiswa. Tidak seperti dikampusku, masih saja ada
mahasiswa mengenakan kaos oblong dan sandal jepit di kampus.
Aku
suka ketika mandi disana, kamar mandi yang kira-kira hanya berukuran 1x1 dan
hanya di huni oleh sebuah shower. Ya, seperti film-film barat yang sering ku tonton
di televisi.
Hari
terakhir, kami shopping ke Thailand. Kupikir belanja di Thailand sama saja
ketika aku belanja di pasar petisah di negaraku. Harus repot menawar dan
barang-barang yang dijual tidak begitu bagus. Bahasa yang dipakai disana bahasa
melayu, mereka tidak begitu fasih berbahasa inggris. Mungkin karena kami hanya
diajak ke pasar tradisionalnya saja ya. Di Thailand yang paling sulit adalah
ketika mencari makanan halal. Kami sempat menunda makan siang karena tak
kunjung dapat makanan berlabel halal. Bayangkan saja belanja dalam keadaan
perut kosong, sungguh tidak bersemangat ya.
Makanan
kesukaanku ketika di Malaysia adalah tomyam cumi. Rasanya seperti kuah sayur pedas manis di negaraku. Oh iya, sekali
makan di Malaysia paling tidak menghabiskan uang 5 ringgit plus minumannya,
kalau di negaraku itu sekitar Rp. 15.000, lumayan mahal ya? Karna kalau
dikampusku, Rp.10.000 adalah harga yang biasa di kantin kami. Cukup sekian dulu
ya!